Beragam aksi intoleransi masih terus terjadi di negeri demokrasi Indonesia ini. Aksi teror terhadap tempat ibadah hingga matinya anak “tak berdosa” turut menjadi korban, penyebaran media dengan konten hoax terus bertebaran sedemikian rupa. Politisasi isu SARA turut menjadi menara perhatian. Lantas, bagaimana upaya yang mesti dilakukan untuk merawat “kewarasan” bangsa yang bhinneka ini?
Jangan sampai tempat-tempat ibadah menjadi penjara-penjara ketakutan, untuk setiap umatnya.
Dalam bahasa yang
disunting Wikipedia Intoleransi beragama adalah suatu kondisi jika suatu
kelompok (misalnya masyarakat, kelompok agama, atau kelompok non-agama) secara
spesifik menolak untuk menoleransi praktik-praktik, para penganut, atau
kepercayaan yang berlandaskan agama.
Salah satu pegiat
damai dari kota malang Pdt. Kristanto Budiprabowo menuturkan gagasan bahwa, Toleransi
dalam perspektif politik kita nampaknya sudah menjadi asset kepentingan. Perlu
meluaskan pandangan pada model toleransi yang bersifat manusiawi dalam semangat
kesetaraan.
Jaringan
GUSDURian (JGD) selalu dalam komunikasi yang setara dan terus selalu saling menguatkan
untuk mengkampanyekan 9 Nilai Pemikiran Gus Dur. Gusdurian memiliki PR mendesak
agar mampu menawarkan model kulturalnya dalam mempromosikan toleransi.
Sikap intoleran menguat adalah konsekuensi demokrasi yang tidak didasari kuat dengan nilai-nilai.
Dan ada banyak
peluang dan kesempatan untuk menawarkan bentuk komunitas berbasis nilai. Karena
tumbuh suburnya beragam komunitas dan organisasi adalah harmonisasi dari
semakin kuatnya dinamika institusi pemerintah dan bisnis mempengaruhi tiap
orang. Jadi penebaran nilai Gus Dur perlu dilakukan dengan cara kreatif
bertransformasi dengan geliat komunitas. Tutur Pdt Tatok
Tantangan utamanya adalah pada konsistensi dan keberanian membuka diri untuk berefleksi meluaskan wawasan.
Tapi sebenarnya 9
Nilai Pemikiran Gus Dur yang berisi tentang spirit; Ketauhidan, Kemanusiaan,
Keadilan, Kesetaraan, Persaudaraan, Pembebasan, Kesederhanaan, Keksatriaan dan
kearifan Lokal itu sudah merupakan sumber knowledge yang sangat berlimpah.
Tinggal beranikah kita menyelaminya dan menjadikannya cara hidup? Tegas Pendeta
Tatok yang juga salah satu presidium Jaringan GUSDURian Jatim ini
Sementara
Kordinator Gusdurian Probolinggo Novan menegaskan, “Banyak hal yang bisa kita
lakukan dalam melawan maraknya tindak aksi intoleransi yang terjadi dewasa ini.
Kami memilih fokus pada track mengkampanyekan pesan-pesan damai sebagaimana
telah diajarkan atau dicontohkan oleh para pembawa risalah Tuhan. Karena saya
yakin, sejatinya tak ada satu agama pun yang mengajarkan sikap intoleransi
terhadap sesama lebih-lebih kepada pemeluk agama lain”. (ahimsa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar