Pages

Pemikiran Gus Dur Menurut Gus Dur



Kepemimpinan Saya Di NU

Waktu saya terpilih, banyak persoalan yang melilit NU sebagai organisasi Islam terbesar. Pertama, menata organisasi, NU waktu itu baru menyelesaikan persoalannya, berkenaan dengan keterlibatannya dalam partai politik. Di wilayah, cabang, ranting, banyak pengurus yang merangkap jabatan dengan kepengurusan parpol. Pembenahan tidak gampang. Apalagi, waktu itu NU baru saja dihabisi di PPP. Banyak yang mau enaknya saja, selain duduk di NU juga duduk di PPP.

Dalam berpandangan politik, NU bermazhab Al Mawardi, seperti Pak Munawir. Kita berpegangan pada sabda Nabi Muhammad SAW. Bahwa 60 tahun di bawah pemerintahan lalim, jauh lebih baik daripada anarki satu hari. Karena itu, wajib ada pemimpin. Kalau pemimpin tidak memenuhi syarat, bukan berarti kita harus menentang negaranya.

NU taat kepada Soekarno dengan memberi gelar waliyyul amri al dlarury bissyaukah (pemegang pemerintahan darurat yang elektif). Itu bukan karena NU lunak, tapi karena kita memang harus menghormati pemimpin yang berkuasa, untuk menciptakan keadilan, kesejahteraan. Itu menunjukkan kesetiaan rakyat. Bukan kepada Orla atau Orba, tetapi kepada system yang dijalankan oleh pemerintah Republik.

Dalam pelaksanaanya, kita sebagai warga Negara juga harus menyampaikan peringatan kalau sampai pemimpin itu melakukan penyelewengan. Kalau tidak, kita berdosa. Kalau kita terus menerus menunggu pemimpin yang mememnuhi syarat kapan dapatnya? Kita juga memberi kerangka konsep terhadap penerimaan asas pancasila. Semuanya bisa saya pertanggungjawabkan dalam kotab agama. Bukan soal takut atau tidak takut.

Saya kira, sejarah NU bukan sejarah ketakutan. Saat pemilu 1971. Organisasi yang paling di injak-injak Golkar adalah NU. Tahun 1977, yang berkelahi dengan Golkar dan PDI, adalh NU. Jurkam boleh kaok-kaok, tetapi siapa yang berhadapan dengan kekerasan yang sesungguhnya: NU. Lebih dari itu, kalau masalah dasar Negara tidak pernah selesai, terus kita sebagai bangsa mau ke mana? Malu kita, kalau tidak bisa menyelesaikan masalah asas. Kita mengaku mayoritas, tapi kok tidak bisa berperan banyak.



(Tulisan Gus Dur diatas, dikutip langsung dari kolom ummurisalah di majalah nahdatul ulama Aula. No.11 tahun XVI November 1994)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar